JOKO HARTONO,
Pada budidaya tembakau (kecuali tembakau untuk bahan cerutu), pemangkasan bunga (”toping/pruning”) yang diikuti dengan pengendalian sirung ("sucker control") dimaksudkan agar diperoleh daun tembakau yang lebih panjang, lebar, tebal dan berisi sehingga diharapkan dapat meningkatkan hasil dan mutunya.
Dengan pemangkasan dan pengendalian sirung menyebabkan asimilat tidak ditranslokasikan ke jaringan generatif tetapi dipergunakan untuk membangun jaringan vegetatif (daun) (Tso, 1990), demikian juga dengan translokasi nikotin yang disintesa oleh tudung-tudung akar. Kandungan nikotin daun tembakau berbeda tergantung posisinya. Menurut Tso (1972) pola penyebaran kandungan nikotin terendah pada daun‑daun bawah, semakin ke atas posisi daun, kandungan nikotin semakin tinggi.
Pengendalian sirung dapat dilakukan secara manual dengan tangan. Pengendalian sirung dengan tangan ("wiwil") dihentikan sekitar 4‑5 hari menjelang pemanenan. Apabila tenaga kerja sulit tersedia atau lahannya terlalu luas untuk dilakukan pengendalian sirung secara manual maka pengendalian sirung dapat dilakukan secara kimia ("sucker control"). Cara kerja sucker control ada tiga, yaitu sistem kontak dengan bahan aktif Fatty alkohol; sistemik-kontak lokal dengan bahan aktif Flumetralin; dan sistemik dengan bahan aktif Maleic Hidrazide (MH).
PEMANGKASAN
Pada tembakau rajangan umumnya pemangkasan bunga dilakukan pada saat kuncup bunga mulai tampak, yaitu pada saat tanaman berumur sekitar 60‑65 hari. Cara pemangkasan ialah dengan cara memotong pada batas 2‑3 daun dibawah daun bendera (Gambar 1).
Gambar 1. Pemangkasan bunga tembakau
Hasil dan kandungan nikotin pada tembakau yang tidak dipangkas hanya sekitar 1.390 kg/ha dan 1,76%, sedangkan pada tembakau yang dipangkas tetapi tanpa pengendalian sirung (tanpa diwiwil) sekitar 1.487 kg/ha dan 2,36%. Namun pada tembakau yang dipangkas serta diwiwil mencapai 1.806 kg/ha dan 2,80%. Kandungan gula reduksi pada tembakau yang tidak dipangkas sebesar 13,30%, tembakau yang dipangkas tetapi tanpa diwiwil sebesar 17,30% dan pada tembakau yang dipangkas serta diwiwil mencapai 18,20% (Tabel 1).
Tabel 1. Pengaruh pemangkasan dan pengendalian tunas terhadap hasil,nilai, dan kandungan kimia daun tembakau (Collins dan Hawks, 1993)
Perlakuan |
Hasil (kg/ha) |
Harga $/kg |
Nilai $/ha |
Alkaloid (nikotin) (%) |
Gula reduksi (%) |
Tanpa dipangkas Dipangkas tanpa wiwil Dipangkas dan diwiwil |
1.390 1.487 1.806 |
63,99 64,99 65,65 |
890 966 1.186 |
1,76 2,36 2,80 |
13,30 17,30 18,20 |
Pemangkasan bunga yang dilakukan lebih awal yaitu pada saat primordia bunga terbentuk (mosel) menyebabkan hasil daun tembakau dan kandungan nikotin lebih tinggi dibanding dengan yang terlambat dipangkas atau yang dipangkas pada akhir fase pembungaan. Hasil dan kadar nikotin tembakau yang dipangkas pada saat kuncup bunga mulai tampak (mosel) sebesar 1,910 kg/ha dan 2,59%, pada saat bunga mekar sebesar 1,890 kg/ha dan 2,02%, pada saat bunga mekar penuh 1,774 kg/ha dan 1,96%, serta pada saat akhir pembungaan sebesar 1,676 kg/ha dan 1,95%.
Tabel 2. Pengaruh saat pemangkasan terhadap hasil, harga dan kandungan kimia daun tembakau (Collins dan Hawks, 1993, diolah).
Saat Pemangkasan |
Hasil (kg/ha) |
Harga $/kg |
Gula Red. (%) |
Nikotin (%) |
Mosell*) Awal mekar Mekar penuh Akhir |
1.910 1.890 1.774 1.676 |
56,49 57,39 54,41 54,43 |
21,8 22,8 21,8 20,0 |
2,59 2,02 1,96 1,85 |
*) Antar fase pembungaan berbeda 7 hari.
Pemangkasan bunga yang dilakukan lebih awal yaitu pada saat primordia bunga terbentuk menyebabkan hasil daun tembakau dan kandungan nikotin lebih tinggi dibanding dengan yang terlambat dipangkas atau yang dipangkas pada akhir fase pembunggaan. Hasil dan kadar nikotin tembakau yang dipangkas pada saat kuncup bunga mulai tampak (mosel) sebesar 1,910 kg/ha dan 2,59%, pada saat bunga mekar sebesar 1,890 kg/ha dan 2,02%, pada saat bunga mekar penuh 1,774 kg/ha dan 1,86%, serta pada saat akhir pembungaan sebesar 1,676 kg/ha dan 1,95%. Jumlah tunas ketiak daun (sirung) pada saat mosel, awal bunga mekar, bunga mekar penuh, dan akhir pembungaan berturut-turut adalah 15,0; 12,2; 6,4; dan 6,0 dengan berat masing-masing 124, 68, 32, dan 10 gram/pohon (Tabel 3). Karena itu untuk mendapatkan daun tembakau yang berkadar nikotin sesuai dengan ketentuan atau permintaan pasar dapat dilakukan dengan mengatur cara pemangkasannya. Tembakau cerutu dan Lumajang Voor Ogst yang tidak dipangkas kadar nikotinnya sangat rendah, yaitu kurang dari 1% (Murdiyati, 2010).
Tabel 3. Pengaruh saat pemangkasan terhadap hasil jumlah tunas, dan berat tunas serta total alkaloids (Collins dan Hawks, 1993, diolah).
Saat Pemangkasan |
Hasil (kg/ha) |
Jumlah tunas per pohon |
Berat tunas (g/pohon) |
Alkaloid (nikotin) (%) |
Mosel*) Awal mekar Mekar penuh Akhir |
1.910 1.890 1.774 1.676 |
15,0 12,2 6,4 6,0 |
124 68 32 10 |
2,59 2,02 1,86 1,95 |
*) Antar fase pembungaan berbeda 7 hari.
Kandungan nikotin daun tembakau berbeda tergantung posisinya. Menurut Tso (1972) pola penyebaran kandungan nikotin terendah pada daun‑daun bawah, semakin ke atas posisi daun, kandungan nikotin semakin tinggi. Apabila kandungan nikotin daunteratas terlalu tinggi, maka dapat dipertimbangkan untuk tidak ikut dipanen.
![]() |
![]() |
Tembakau rajangan yang dipangkas kadar nikotin 2,5-4 % (Murdiyati, 2010). |
Tembakau cerutu tidak dipangkas kadar nikotin 0,5-1,2% (Murdiyati, 2010). |
PENGENDALIAN SIRUNG
Setelah pemangkasan akan tumbuh sirung pada setiap ketiak daun. Sirung tersebut harus dibuang agar daun menjadi lebih panjang, lebar, tebal dan berisi. Sirung yang tidak dibuang merupakan kompetitor bagi daun produksi terhadap akumulasi fotosintat. Panjang sirung tidak boleh lebih dari 2 cm atau sekitar 3-4 hari masa pertumbuhannya.
Pengendalian sirung dapat dilakukan secara manual dengan tangan. Pengendalian sirung dengan tangan ("wiwil") dihentikan sekitar 4‑5 hari menjelang pemanenan.
Apabila tenaga kerja sulit tersedia atau lahannya terlalu luas untuk dilakukan pengendalian sirung secara manual maka pengendalian sirung dapat dilakukan secara kimia ("sucker control"). Cara kerja sucker control ada tiga, yaitu sistem kontak dengan bahan aktif Fatty alkohol; sistemik-kontak lokal dengan bahan aktif Flumetralin; dan sistemik dengan bahan aktif Maleic Hidrazide (MH).
Aplikasi sucker control sistem kontak sebaiknya menggunakan kuas agar bisa langsung pada sasaran, yaitu sirung dan dihindari terkena pada bagian tanaman yang lainnya. Sedangkan untuk sucker control sistemik-kontak lokal dan sitemik dapat menggunakan kuas, disemprotkan pada sirung, atau dituang pada batang bagian atas tanaman yang telah dipangkas. Petugas penyemprotan sucker control dianjurkan menggunakan sarung tangan, kacamata pengaman dan masker hitung. Penyemprotan harus memperhatikan arah angin, yaitu tidak boleh berlawanan dengan arah angin. Waktu aplikasi sucker control sebaiknya dilakukan pagi hari pada saat daun masih basah oleh embun dan diulangi lagi apabila terkena hujan deras kurang dari 10 jam setelah aplikasi pertama.
DAFTAR PUSTAKA
Collins, W.K. and Hawks, Jr. S.N. 1993. Principles Of Flue-Cured Tobacco Production. N.C.State University.
Murdiyati, A.S. 2010. Teknik budidaya untuk menghasilkan tembakau berkadar nikotin dan tar rendah. Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat.
Tso, T.C. 1972. Physiology and Biochemistry of Tobacco Plant. Dowden, Hutchinson and Ross, Inc. Stroudsburg, Pa.
Tso, T.C. 1990. Production, Physiology and Biochemistry of Tobacco Plant. Ideals, Inc, Maryland, USA 753 pp.