Kristiana Sri Wijayanti dan Nur Asbani,
Penyakit luka api (smut) atau gosong merupakan salah satu ancaman serius pada budidaya tanaman tebu di seluruh dunia. Penyakit ini pertama kali dilaporkan di Indonesia pada tahun 1881 dan serangan yang parah terjadi pada tahun 1979 dan 1995. Setelah dalam kurun waktu yang cukup lama tidak ada laporan tentang serangan penyakit ini, namun beberapa tahun terakhir, kembali terjadi serangan penyakit smut di beberapa wilayah penanaman tebu di Indonesia seperti Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Serangan juga terjadi pada varietas tebu yang sebelumnya diketahui tahan atau toleran, seperti varietas Bululawang yang merupakan salah satu varietas tebu andalan di beberapa wilayah penanaman tebu utama di Indonesia. Ada beberapa kemungkinan penyebab munculnya epidemi (ledakan) penyakit smut ini, diantaranya adalah patahnya ketahanan varietas tebu terhadap patogen, munculnya ras baru dan adanya perubahan iklim.
Penyakit smut disebabkan oleh jamur Sporisorium scitamineum. Jamur membentuk teliospora berbentuk bulat berwarna hitam, namun teliospore terlihat berwarna cokelat di bawah mikroskop (Gambar a). Jamur menginfeksi tanaman melalui jaringan meristem pada mata tunas lateral/samping maupun tunas apical/ujung tanaman. Jaringan pada kedua bagian ini masih muda dan mudah untuk terinfeksi oleh jamur. Spora jamur berkecambah dan tumbuh membentuk miselia di dalam jaringan muda ini. Laporan dari beberapa negara seperti Cina, Amerika Serikat, dan Australia menunjukkan adanya keragaman ras jamur ini.
Gambar. a) e Penampang melintang batang tanaman sehat (kiri) dengan sel epidermis sehat, b) batang bergejala cambuk (kanan) dengan malformasi selsel epidermis dan s) massa spora jamur
Tanaman tebu yang terinfeksi ditandai dengan pemanjangan batang yang menyerupai cambuk dan ditutupi serbuk teliospora berwarna hitam (Gambar b). Cambuk ini dapat muncul dari tunas-tunas apical/ujung batang atau anakan tebu dan juga muncul dari tunas-tunas lateral/samping tanaman. Keberadaan cambuk dengan teliospora yang kadang menjulang tinggi merupakan sumber inokulum yang disebarkan oleh hembusan angin. Secara anatomi, cambuk ini sebenarnya merupakan ruas terakhir batang yang mengalami malformasi pertumbuhan yakni pertumbuhan secara terus-menerus. Akibatnya ruas ruas batang ini akan terus tumbuh memanjang sampai lebih dari 100 cm. Pertumbuhan ini terjadi pada jaringan meristem interkalar yang berada di pangkal cambuk. Selain pertumbuhan abnormal jaringan interkalar, sel-sel epidermis juga mengalami partumbuhan abnormal. Epidermis tumbuh menjadi lebih besar dan tebal yang pada tahapan selanjutnya akan dipenuhi oleh spora jamur. Pada sel epidermis inilah teliospora jamur dihasilkan.
Gambar. b) Gejala penyakit disertai cambuk berwarna hitam
Serangan penyakit ini biasanya juga akan diikuti oleh pembentukan anakan-anakan baru dalam jumlah yang banyak. Morfologi dari anakan ini sangat khas, seperti batang kecil, pertumbuhan tegak, ruas batang yang panjang, dan daun pendek. Anakan ini tidak akan tumbuh dan berkembang menjadi tebu yang dapat digiling karena berukuran sangat kecil (Gambar c).
Gambar. c) Rumpun tebu bergejala penyakit
Selain karena faktor tingkat kepekaan tanaman, keparahan penyakit juga berhubungan erat dengan faktor lingkungan. Pada kondisi cuaca yang panas dan kering kejadian dan keparahan penyakit akan semakin tinggi. Kehilangan hasil dari penyakit ini dapat berupa penurunan produksi Hal ini terjadi karena berkurangnya jumlah batang tebu yang dapat dipanen akibat batang tebu yang sangat kecil ukuranya. Kejadian penyakit smut pada tanaman ratun lebih tinggi daripada tanaman PC (Plant cane) sehingga kemungkinan kehilangan hasil pada tanaman ratun lebih tinggi mencapai 30 - 90%. Kondisi ini disebabkan oleh sifat sistemik jamur yang menginfeksi jaringan tanaman sehingga jumlah tanaman terinfeksi akan semakin bertambah dengan pertambahan penggunaan tanaman ratun. Di samping kuantitas, kualitas tebu yang terserang juga berkurang karena terjadi penurunan angka brix, pol, dan purity serta kenaikan gula reduksi. Kombinasi dari penurunan kuantitas dan kualitas tebu ini pada akhirnya menyebabkan terjadinya penurunan hablur gula yang dihasilkan.
Penyakit ini merupakan penyakit yang bersifat sistemik. Usaha pengendalian berupa penyediaan bahan tanam bebas penyakit serta pengurangan sumber-sumber inokulum dan pencegahan penularan sangat diperlukan. Penekanan sumber inokulum salah satunya dapat dilakukan dengan perlakuan perendaman bahan tanam. Perlakuan perendaman ini dapat berupa dengan air panas 52oC selama 30 menit maupun dengan perendaman dalam larutan fungisida berbahan aktif propikonazol dan kaptafol. Usaha sanitasi kebun dari tanaman sakit dapat menekan penularan penyakit serta mencegah bahan tanam yang mengandung jamur.
Selain dengan kedua cara tersebut, perakitan varietas tebu yang tahan merupakan cara yang efektif guna mengendalikan penyakit ini. Cara ini telah banyak dilakukan di berbagai negara produsen tebu dunia seperti Cina, Australia, Amerika dan Brazil. Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa kerabat liar tebu seperti Saccharum spontaneum atau glagah dan Erianthus spp. Memiliki sifat ketahanan terhadap penyakit ini. Persilangan tebu dengan beberapa kerabat liarnya berpotensi untuk menghasilkan varietas tahan.